VOLUNTER: Harga mati tanpa “tapi”
(www.google.com)
Siapa yang tak kenal BUTET MANURUNG? Dialah Seorang Pendiri dan
Direktur SOKOLA-Literasi dan Advokasi untuk masyarakat Adat Indonesia. Artikelnya
yang dimuat dalam harian kompas - 3 november 2015 sebuah pencerahan dalam
artikel singkat namun memikat. Yah, memikat sebuah pencerahan bagi siapa pun
yang membacanya.
Saya merasa tergugah dengan untaian kalimat
“bantuan kecil
kita bisa jadi besar maknanya bagi mereka yang benar-benar membutuhkan”, “butuh
dan membutuhkan menghasilkan perasaan yang berbeda”. Saya sependapat
dengan dua kalimat tersebut. Jika kita hubungkan dengan sebuah cerita tentang
seorang guru yang mengajar dengan niat mencari uang sangat berbeda dengan
seorang guru yang mengajar dengan niat menyampaikan ilmunya dengan tulus. Guru yang
pertama merasa “butuh” sedangkan guru yang kedua merasa “dibutuhkan”. Ketika kita
butuh seolah kita megharapkan sesuatu kemudian jika kita berhasil
mendapatkannya kita akan puas tapi jika kita tidak mendapatkannya maka kita
akan kecewa. Sedangkan ketika kita dibutuhkan ada suatu kebahagiaan yang bermakna
dalam hati. Yah, seperti yang dikatakan Butet, merasa berharga dan membuat diri
kita akhirnya bersyukur. Selain berbuah baik bagi kita untuk menumbuhkan rasa
tanggung jawab, tapi juga berbuah manis pula bagi orang lain. Contohnya saja
ketika mengajarkan beberapa baris saja pada lembaran iqra’ kepada anak kecil kemudian
dia berhasil membacanya dengan bacaan yang benar, menjadikan bermanfaat baginya
bagaikan memberi tetesan air pada orang
yang kehausan. Pokoknya banyak hal yang
bisa kita lakukan dibalik makna ‘dibutuhkan’. Bisa berbagi, memberi,
bermanfaat, bertanggung jawab hingga memberi kebahagiaan tersendiri pada diri
kita.
Dalam paragraf yang lain ada juga kalimat singkat “Bereskan
dulu tapi-mu...”. Yah, memang kata tapi merupakan satu kata penghalang
saat kita melangkah. Kadang ketika kita memilih suatu pilihan, langkah kita
menjadi tersendat gara-gara kata “tapi”. Membuat kita menjadi berfikir berulang
kembali yang akhirnya menumbuhkan keraguan.
Lain halnya dengan volunter. Suatu pekerjaan yang langka ini tidak
mengedepankan kata ‘tapi’ melainkan rasa ‘dibutuhkan’ dengan niat yang tulus, yang
melahirkan kebahagiaan dalam diri. Kadang yang dilakukan volunter menimbulkan pertanyaan
pada orang lain yang tak berhasil memberikan jawaban yang memuaskan bagi
mereka. Karena perbedaan cara pandang mereka tentang volunter dan tidak
menangkap sisi baik dari volunter adalah kekayaan batin.
Sekian dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar