WELCOME TO MY BLOGLet's join myblog, contact me

Kamis, 27 April 2017

CONTOH REVIEW JURNAL

Review Jurnal Perspektif Al-Qur’an Seputar Kesetaraan Gender dalam Konservasi Lingkungan


Tulisan ini merupakan review salah satu artikel yang dimuat dalam jurnal mumtaz yang berjudul “Perspektif Al-Qur’an Seputar Kesetaraan Gender dalam Konservasi Lingkungan” karya Nur Arfiyah Febriani. Dalam artikel tersebut, Nur Arfiyah memaparkan bahwa Al-Qur’an, menjelaskan kesetaraan gender dalam konservasi (memelihara) lingkungan.

Pendahuluan

Secara teknik penulisan, penulis jurnal menyusun tulisannya dari pendahuluan, isi pembahasan dan kesimpulan. dalam pendahuluan, ia menyampaikan latar belakang yang berisi permasalahan adanya dua pendapat yang saling bertentangan, yaitu beberapa tokoh yang menyetujui adanya bias gender/penyimpangan gender. Mereka berpendapat bahwa laki-laki berkarakter maskulin itu memiliki sifat-sifat yang dominan, adapun perempuan yang memiliki karakter feminim cenderung menjadi objek subordinasi, yang memiliki sifat-sifat negasi, seperti pasif, lemah dan sebagainya hingga mengakibatkan pengakuan laki-laki dan kemudian menjadikan suatu ideologi bahwa perempuan itu patut tersubordinasi, dinomor duakan perannya, baik dalam ranah publik maupun domestik. Tokoh-tokoh ini adalah Unger, Garai dan Schenfield, Eagly, Wright, Bernand, Miller dan Mcrath.


Di sisi lain, ada pula seorang tokoh, Shinoda Bolen  yang menekankan gerakan feminin, bahwa dalam ranah lingkungan, justru perempuan lebih berperan positif dengan karakter yang perempuan miliki, seperti menjaga, merawat, medidik, memelihara. Sedangkan laki-laki hanya dapat merusak lingkungan, seperti arogan, peemarah, pemberontak, eksploitatif.
Lalu, Nur Arfiyah juga menyampaikan solusi dari permasalahan yang diangkat, yaitu Al-Qur’an. Ia mempromosikan Al-Qur’an sebagai solusi untuk menjawab permasalahan gender dalam ranah lingkungan. Dinyatakan bahwa Al-Qur’an mengisyaratkan adanya keseimbangan karakter gender dalam tiap indiviu manusia. Tiap individu memiliki karakter feminin dan maskulin yang positif, yang berpengaruh baik dalam konservasi lingkungan.

akan tetapi, dalam pendahuluannya, penulis jurnal ini tidak menegaskan fokus masalah yang akan dibahas. Setelah pemaparan latar belakang, sang penulis langsung mengahntarkan pembaca pada isi pembahasan. Menurut saya, fokus yang dibahas dalam jurnal ini adalah:
1.      Keseimbangan karakter feminin dan maskulin dalam setiap individu manusia
2.      Konservasi lingkungan berwawassan gender dalam al-Qur’an.

B. Kesetaraan Gender Dalam Konservasi Lingkungan

1.      Keseimbangan karakter feminin dan maskulin dalam setiap individu manusia
Analisa keseimbangan gender dalam al-Quran sangat penting untuk dibahas. Karena bisa menjadi solusi terhadap permasalahan gender yang selalu diperdebatkan di kalangan para ahli.  Selalu ada pembatasan klasifikasi karakter gender yang negatif pada feminin dan karakter gender positif pada maskulin ataupun sebaliknya.

Seperti yang diungkapkan Unger yang mengklasifikasikan karakter feeminin daan maskulin karena perbedaan anatomi biologis dan komposisi kimia dalam tubuh yang dapat mempengaruhi sistem permkembangan emosional dan kapasitas intelektual antara laki-laki dan perempuan.

Klasifikasi karakter feminin dan maskulin versi Unger

1.      Laki-laki (Maskulin)
-          Sangat agresif
-          Independen
-          Tidak emosional
-          Dapat menyembunyikan emosi
-          Lebih obyektif
-          Tidak mudah berpengaruh
-          Tidak submisif
-          Sangat menyukai pengetahuan eksakta
-          Tidak mudah goyah terhadap krisis
-          Lebih aktif
-          Dll

2.      Perempuan (feminin)
-          Tidak terlalu agresif
-          Tidak terlalu independen
-          Lebih emosional
-          Sulit menyembunyikan emosi
-          Lebih subyektif
-          Mudah berpengaruh
-          Lebih submisif
-          Kurang menyukai pengetahuan eksakta
-          mudah goyah terhadap krisis
-          lebih pasif
-          dll

meskipun perempuan dinilai negatif pada klasifikasi di atas, perempuan lebih berperan baik dalam relasi sosial, karena memiliki karakter yang ramah. Sedangkan laki-laki lebih mendominasi pada obyect oriented. Adapun Spence dan Helmrich mengelompokkan feminin pada karakter emosional, sensitif, ekspresif dan mendominasi dalam pemeliharaan/pengasuhan.
Jika Unger mengklasifikasikan karakter feminin dalam karakter negatif, Shinoda Bolen sebaliknya. Ia begitu mengagungkan kualitas feminin dan menilai kualitas maskulin negatif. Dalam garis patriarki, karakter maskulin yang lebih dominatif menjadikan laki-laki merasa lebih berwenang yang mengakibatkan laki-laki arogan, sombong dna ambisius dalam hubungan sosialnya.

Karakter Tuhan menurut perspektif agama
Penulis jurnal ini juga menyampaikan adanya pandangan agamawan terkait karakter gender yang dimiliki Tuhan. Di kalangan katolik, lebih mengagungkan Tuhan yang feminin. Meereka menilai demikian karena melihat sosok Maryam sebagai Tuhan Ibu yang memiliki sifat penyayang, pemaaf, penyembuh dan bijak. Sedangkan Protestan lebih mengidentikkan Tuhan secara maskulin sebagai Tuhan Bapak yang memiliki karakter maskulin, seperti visioner, aktif dan kompetitif.

Secara umum, di balik identifikasi agamawan terhadap tuhannya, baik kristen maupun protestan dapat mempengaruhi penilaiannya terkait gender. Namun tidak secara spesifik dijelaskan bagaimana pandangan agamawan menilai gender dari manusianya. Kemudian agama kristen, protestan, katolik dapat menilai Tuhannya secara karakter gender karena tuhan yang mereka yakini adalah trinitas. Lalu bagaimana dengan agama islam yang meyakini satu Tuhan?

Disinilah penulis jurnal ini menjawab bahwa, islam yang memiliki keyakinan Tuhan yang satu namun maha sempurna. Di balik nama-nama Allah yang berjumlah 99 yang dsebut asma’ al-husna terdapat keseimbangan karakter femini dan maskulin. Karena di antara sifaat-sifatnya terdapat sifat jamal (feminin) dan jalal (maskulin).

Berbeda dengan agama lain yang menyamakan karakter gender Tuhan dengan manusia, islam tidak demikian. Penulis jurnal ini mnyatakan bahwa al-Qur’an mengisyaratkan adanya keseimbangan gender dalam setiap individu manusia. Artinya, dalam diri manusia memiliki karakter feminin dan maskulin baik dari nilai negatif maupun positifnya.

Menurut Murata sendiri, dari kajian al-Qur’an terdapat bukti-bukti bahwa dalam diri manusia memiliki karakter maskulin dan feminin. Karakter maskulin lebih cenderung aktif sangkan feminin lebih pasif, menyerahkan.Murata menjelaskan hirarki vertikal yang terdiri dari raga, jiwa dan ruh. Tingkatan yang lebih tinggi adalaah ruh karena merupakan cahaya keilahian yang dekat dengan Allah. Sedangkan raga adalah tingkatan yang lebih rendah. Jiwalah yang memiliki karakter maskulin dan feminin. Misalnya, jika jiwa lebih menyerahkan diri pada yang lebih rendah (materi/dunia) maka jiwa manusia berkarakter feminin negatif. Sebaliknya, jika jiwa menyerahkan diri pada yang lebih tinggi, yaitu akal, ruh dan Tuhan adalah jiwa yang bersifat feminin positif.

Contoh lain, apabila jiwa yang memiliki sifat “berkuasa” dalam hal meninggikan diri, menguasai diri itu merupakan jiwa maskulin negatif. Adapun jiwa yang bersifat maskulin positif seperti menguasai diri untuk melawan nafs amarahnya. Jiwa yang demikian dapat mencapai nafs mutmainnah.
Dari contoh tersebut, dapat dipahami bahwa jiwa menurut Murata dapat dikategorikan maskulin positif jika memiliki sifat kemuliaan (jalaliyah), yaitu karakter yang aktif, seperti independen, obyektif, visioner dll. Sedangkan jiwa yang berkarakter feminin positif adalah yang cenderung pada sifat keindahan (jamaliyah), karakternya lebih pasif, seperti kreatifitas, memberi, memelihara, teratur, memiliki perassaan kasih sayang dan sebagainya.

Nur Arifiyah juga mengklasifikasikan keseimbangan karakter feminin dan maskulin dalam setiap individu manusia dalam perspektif al-Qur’an:
-       -   Karakter maskulin positif, misalnya: Konsisten (8/45), kompetitif (18/30), aktif (4/95,47/31), independen (8/53), visioner (3/104)
-          Karakter feminin positif, misalnya: taat/submisif (8/46), sabar (8/66), empati (33/29), pemurah (57/18), tawakal (12/67, 14/12,39/38), pemaaf (3/159), ikhlas (12/24), (15/40).
-        -  Karakter maskulin negatif, misalnya: arogan (16/69), 39/60, dominatif (96/6-7), matrealistis (duniawi) (100/8), ambisius (22/51)

-          - Karakter feminin negatif, misalnya:
a)      Subyektif: tajassus (mencari kesalahan orang lain): 49/12
b)      Lemah:4/28
c)      Berkeluh kesah: 70/19-20
d)     Lebih mudah menangis: 19/23-24
e)      Kurang independen : 103/3

Dari berbagai isyarat dalam al-Qur’an yang diklasifikasikan tersebut dapat dipahami bahwa al-Qur’an sama sekali tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Semua manusia baik laki-laki dan perempuan memiliki karakter yang telah disebutkan di atas. tergantung pada kemauan manusia itu sendiri apakah mau meningkatkan kualitas dirinya atau tidak. Klasifikasi kesetaraan karakter gender juga menjadi jawaban atas perdebatan para ahli yang sering terfokus pada pemetakan intelektualitas hanya didominasi oleh laki-laki dan perempuan lebih mengedepankan emosional.

2.      Konservasi lingkungan berwawasan gender dalam al-Qur’an.

Gerakan Ekofeminis
Gerakan ekofeminis dilatarbelakangi oleh perhatian para feminis terhadap isu kerusakan alam yang memiliki hubungan erat dengan diskriminasi yang dialami perempuan. Ekofeminis dibagi tiga, yaitu: ekofeminis radikal, liberal, dan sosial. pendapat dari berbagai macam ekofeminis sama bahwa dominasi budaya patriarki laki-laki atas perempuan sama halnya dengan budaya patriarki laki-laki pada alam. Argumen ini disebabkan adanya ideologi bahwa perempuan dan alam ada di badawah laki-laki. Ideologi hirarki ini kemudian dijadikan budaya. Yang menurut gerakan ekofeminis harus direkonstraksi agar tiada lagi ideologi hirarki.

Al-Qur’an memotifasi manusia, baik perempuan maupun laki-laki agar hidup harmonis, sekaligus menjadi pribadi yang progresif dan aktif, di antaranya dalam QS. Al-Zalzalah:7-8, al-Nisa:124, al-An’am:132Yunus:9.

Dalam QS. An-Nahl:97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Dari ayat di atas, penulis jurnal menjelaskan tafsirannya melalui pemikiran Nazarudin Umar bahwa perintah mengerjakan amal soleh dalam ranah sosial, tidak dimaksudkan untuk salah satu jenis manusia saja. Tapi bagi perempuan dan laki-laki untuk mengejar prestasi dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Menurut saya, penjelasan poin kedua oleh penulis jurnal ini kurang luas. Karena tidak membahas bagaimana manusia baik perempuan maupun laki-laki memelihara lingkungan. Sedangkan lingkungan sendiri cakupannya luas.

Kesimpulan:
Dari pemaparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa tidak ada subordinasi gender dalam al-Qur’an. Karena dalam setiap individu manusia memiliki karakter maskulin dan feminin yang nilainya bergantung pada manusia itu sendiri.

Adapun dalam ranah ekologi, al-Qur’an menganjurkan manusia baik laki-laki dan perempuan untuk bekerjasama dalam memelihara alam dan menjaganya. Dan peran manusia baik laki-laki maupun perempuan dalam menunjukkan prestasinya di lingkungan masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar