WELCOME TO MY BLOGLet's join myblog, contact me

Jumat, 18 Desember 2015

Makalah Insan kamil



`BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
            Dalam dunia ini, kita sebagai kaum theisme (beragama) atau makhluk yang meyakini adanya Tuhan, kita tahu bahwa kita berada di dunia ini karena penciptaan Tuhan (Al-Kholiq). Kita bernaung dalam agama islam dan kita memiliki Tuhan yang kita sebut Allah. Allah menciptakan kita, manusia pastinya mempunyai tujuan.
Tujuan kita diciptakan bukan hanya untuk menempati bumi dan menikmati yang ada di dalamnya saja, tapi juga kareana kita memiliki peran penting dalam wujud penciptaan-Nya, yaitu peran sebagai hamba/sang penyembah (QS. Al-Dzariyat:56) dan sebagai khalifah (QS. Al-Baqarah: 30), seperti yang tertera dalam kitab suci Al-Qur’an. Dari tujuan Allah tersebut, kita bisa mengetahui bahwa manusia yang menjadi hamba dan khalifah byang baik akan membentuk manusia yang sempurna (Insan kamil) yang menjadi cerminan atau manifestasi Tuhan yang utuh.
Kemudian manusia dari penyebutan insan kamil yang mulanya berasal dari khalifah dan hambah, tidak luput dari hubungannya terhadap sesama dan Tuhan-Nya. Untuk itu makalah ini kami buat untuk menghantarkan pengetahuan tentang hakikat Insan kamil versi budaya dan versi islam karena berkaitan erat dengan Hablumminallah dan Hablumminannas.


B.     Rumusan masalah
1.      Apa manusia seutuhnya (insan kamil) itu?
2.      Bagaimanakah insan kamil dalam perspektif ilmu budaya dan islam?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi Insan kamil.
2.      Untuk mengetahui insan kamil dalam perspektif ilmu budaya dan islam.

D.    Kegunaan makalah
1.      Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya semester 3 Tahun ajaran 2015/2016.
2.      Untuk mengetahui kemampuan pengetahuan mahasiswa/i dalam menulis karya ilmiah.
3.      Untuk menambah pengetahuan dan sebagai bahan rujukan bagi masyarakat.

E.     Metode penulisan makalah
Penulisan makalah ini kami buat berdasarkan metode kualitatif.

F.      Definisi Istilah
1.      Insan: Manusia
2.      Kamil: Sempurna
3.      Budaya: Kemampuan Akal Secara Maksimal
4.      Islam: Agama Yang Selamat, Menyelamatkan.










BAB II

PEMBAHASAN



A.     DEFINISI MANUSIA SEUTUHNYA (INSAN KAMIL)

Manusia sempurna atau sering disebut dengan insan kamil berasal dari dua kata, yaitu insan dan kamil. Keduanya berasal dari bahasa arab yang berarti aitu: insan yang berarti manusia dan kamil yang berarti sempurna[1].
Manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah makhluk yang berakal budi[2]
Manusia menurut ahli filsafat ahli kuno: makhluk yang terdiri dari tubuh dan jiwa[3].

Manusia dalam Al-Quran disebutkan dengan beberapa penyebutan, seperti an-nas, al insan, dan albasyar. An-nas adalah bentuk tunggal dari insan, sedangkan insan berasal dari tiga akar kata yaitu: anasa (melihat, mengetahui dan meminta izin), nasia (lupa) dan al-uns (jinak). Sedangkan al-basyar berati manusia yang digunakan dalam segi fisiknya.
Dalam pembahasan ini kita menggunakan kata insan untuk penyebutan manusia. Menurut Jami Saliba dalam Almu’jam Alfalsafi bahwa kata insan menunjukkan pada segi sifatnya bukan fisiknya.sedangkan dalam bahasa Arab, kata insan cenderung pada sifat terpujiseperti kasih sayang, mulia dan sebagainya. Filosof kalasik menggunakan kata insan yang berarti manusiasecara totalitas yang secara langsung mengarah pada hakikat manusia[4]
Jadi, kata insan dalam menunjukkan sifat manusia memiliki penafsiran dan makna. Namun dari semua definisi tersebut semuanya mennjukkan definisi manusia dalam hal yang positif .dari segi sifatnya. Manusia seutuhnya itu sama halnya dengan manusia yang sempurna. Kesempurnaan itu sendiri memiliki tingkatan. Menurut Murtadha Muthahhari  dalam bukunya MANUSIA SEUTUHNYA menjelaskan bahwa kesempurnaan itu mempunyai beberapa tingkatan yaitu Tamam dan Kamil.
Menurut Bahasa Arab kata Kamil dari asal kataيكمل  كمل -  yang artinya sempurna, utuh, lengkap, penuh, tuntas, keseluruhan.
تمَّم – يتمِّم  yang artinya menyempurnakan.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Tamam kl a 1.sempurna; lengkap; 2 selesai; habis: apabila sudah -- salat, ia pun berdoa kepada Allah.
Jadi Tamam artinya sempurna apabila sesuatu yang dibutuhkan telah ada atau lengkap. Contohnya apabila kita hendak membuat rumah dan sudah ada pintu, jendela, genteng, halaman dan lain-lainnya telah tersedia berarti itu sudah dinyatakan tamam.
Adapun kata kamal atau kamil digunakan untuk sesuatu yang utuh dan sudah rampung dalam tingkat atau derajat yang lebih tinggi secara kualitas. Tingkatan ini sudah melewati tingkatan tamam. 
Perbedaan antara keduanya adalah: tamam ialah besifat secara horizontal, sedangkan kamil yaitu bersifat vertikal. Maksud horizontal di sini aialah hubungan antara manusia dengan manusia. Hubungan di sini bukan hanya sekedar hubungan biasa akan tetapi hubungan di sini sampai manusia yang tamam itu ikut merasakan penderitaan orang lain. Sebagai contoh yaitu, pada zaman Ali bin Abi Thalib. Suatu hari Imam Ali melihat seorang wanita tua di salah satu lorong kota Madinah sedang mengangkat kantung berisi air. Tanpa pikir panjang Ali langsung menolongnya dan membawa air ke rumah wanita tua itu. Sesampainya di rumah wanita itu, Ali bertanya padanya. Mengapa kamu mengangkat air sendiri? Di mana suami anda?
Wanita itu menjawab “suamiku telah gugur ketika membela Amirul Mukminin Ali dalam suatu peperangan, sekarang tinggal aku dan anak-anak yang telah menjadi yatim”. Setelah mendengar jawaban wanita itu sekujur tubuh Ali seakan terbakar. Merasa bersalah selama ini tidak peduli dengan wanita ini. Diriwayatkan, malamnya ketika sampai di rumah, beliau tidak dapat memejamkan mata semalam suntuk.
Pagi-paginya beliau langsung mengumpulkan gandum, daging, kurma, dan uang. Lalu berjalan ke rumah janda itu. Tidak sampai di situ. Beliau langsung membakar daging kemudian menyuapi anak-anak janda tersebut.
Inilah hubungan antara manusia dengan manusia yang benar-benar merasakan penderitaan orang lain. Bahkan Ali tidak bisa tidur karena memikirkan kesusahan janda tersebut.
Sedangakan hubungan yang bersifat vertikal yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Jadi, manusia tamam adalah manusia yang sempurna secara horizontal adalah manusia Tamam yang meningkatkan kualitas kesempurnaannya secara vertikal.[5]
 Horizontal disini dapat diartikan dia berhubungan dengan sesama manusia dengan sempurna. Sedangkan manusia Kamil. Vertikal disini dapat diartikan hubungan manusia dengan Tuhan secara sempurna. 




B.     MANUSIA SEUTUHNYA (INSAN KAMIL) MENURUT PERSPEKTIF ILMU BUDAYA

1.      Pengertian
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa.kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). [6]
Dalam buku Realitas Manusia: Pandangan Sosiologis Ibn Khuldun. Manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-sifat seperti ini tidal dimiliki oleh makhluk lain, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses seperti ini melahirkan peradaban[7]
Jadi dengan modal yang ia ( insan kamil) miliki yakni berupa daya pikir at
au akal, dia akan mengoptimalkannya dengan baik dan menghasilkan perkembangan dalam kehidupan manusia lainnya.
 Jadi budaya adalah kemampuan akal yang digunakan secara rmaksimal sehingga mewujudkan perkembangan. Insan kamil dalam perspektif budaya pasti akan menggunakan akalnya secara maksimal dan mengaplikasikan daya pemikirannya dengan menciptakan hal-hal yang bermanfaat dan mengolah sesuatu menjadi berkembang. Contohnya seorang guru yang arif mengembangkan kemampuan akalnya lewat ilmu yang dia punya. Mengamalkan ilmunya kepada murid-muridnya sehingga menciptakan budaya belajar yang bermanfaat mengembangkan potensi murid-muridnya.



2.      Wujud dari kebudayaan

J.J Honigman dalam bukunya The Word of Man (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu: Ideas, Activities and Artifact. Sedangkan Koentjaraningrat mengemukakan tiga wujud sejalan dengan para ahli tersebut:
a.       wujud dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan.
b.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
c.       Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.[8]


Penjelasan:

a.       Maksudnya wujud kebudayaan ini merupakan indeks yang diciptakan manusia dengan menggunakan akalnya. Wujud ini bersifat abstrak karena terletak pada pikiran dan hanya bisa diimplementasikan dengan tata kelakuan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi budaya ideal adalah mengendalikan, memberi aturan dan sebagainya.
Contoh: manusia dalam kehidupan memiliki sifat sopan santun.

b.      Wujud ini bisa dinamakan sistem sosial. Karena berhubungan dengan aktifitas manusia dalam masyarakat. Dan dalam wujud ini, bersifat kongkrit karena berisi aktifitas manusia dalam bermasyarakat.
Contoh: manusia berinteraksi dengan orang lain, saling tolong menolong, dan lain sebagainya. Wujud ini juga dikatakan kongkrit karena bisa dilihat dari perilaku dan bagaimana manusia saling berkomunikasi lewat bahasa.

c.       Wujud yang ini bisa dinamakan kebudayaan fisik, karena merupakan hasil dari aktifitas fisik manusia. Wujud ini bersifat paling kongkret dan berupa benda-benda buatan manusia. Baik berukuran besar maupun kecil.
Contoh: batik, candi borobudur, ukiran kayu jati dan lain-lain.
Jadi manusia yang sempurna dalam berbudaya pasti akan melakukan 3 perwujudan tersebut., yaitu insan kamil yang memiliki ide-ide yang bersifat islami dan mengandung norma-norma.
Insan kamil bisa berinteraksi dengan baik dan benar dalam bermasyarakat tanpa menyakiti orang lain. Insan kamil bisa menghasilkan karya-karya yang dapat mengembangkan potensi orang lain. Contohnya: buku, bangunan seperti masjid dan sebagainya.

Jadi manusia sempurna yang berbudaya pasti akan melakukan tiga perwujudan tersebut, yaitu:
1.      Insan kamil yang memiliki ide-ide yang bersifat islami dan mengandung norma-norma agama
2.      Insan kaml bisa berinteraksi dengan baik dan benar dalam bermasyarakat tanpa menyakiti orang lain.
3.      Insan kami bisa menghasilkan karya-karya yang dapat mengembangkan potensi orang lain. Contohnya: buku, bangunan seperti masjid dan sebagainya.






C.     MANUSIA SEUTUHNYA (INSAN KAMIL) MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
Insan kamil, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah tingkatan tertinggi manusia dimana dia telah mencapai tingkatan maqomnya. Bisa juga dikatan saat dimana seseorang itu telah mecapai titik tertinggi dalam diri. Insan kamil ialah sosok ideal yang sepatutnya dijadikan sebgai seorang figur yang dapat dicontoh. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia itu ada yang sehat dan ada ynag sakit, ada yang yang sempurna dan banyak sekali yang tidak sempurna.
Insan kamil dalam perspektik islam itu dikatakan sebagai seorang teladan yang wajib dibicarakan.  Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena sosok insan kamil tersebut akan menjadi olak ukurdan akan menjadi contoh bagi makhluk lai yangnkemudian dijadikan sebagai standar model muslim. Keteranan lebih lanjut diungkapkan oleh Murtdha Muthahhri bahwa jika kita hendak menjadi seorang muslim yang sempurna dan ingin mencapai kesempurnaan manusiawi dalam dirinya dan pendidikan islam, maka terlebih dahulu kita harus mengenal manusia sempurna itu bagaimana jiwa dan mentalnya, apa ciri-cirinya[9]
Dalam perspektif Murthadha Muthahhari, manusia sempurna itu adalah manusia teladan, unggul, luhur pada semua nilai-nilai insani dan selalu menang di medan-medan tempur kemanusiaan. Disamping itu manusia tersebut seluruh nilai insainya berkembang secara seimbang dan stabil serta tidak satu pun dari nilai-nilai yang berkembang itu tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain. Dengan demikian  Murthadha Muthahhari menyatakn bahwa manusia yang kamil memiliki jiwa dan mental yang sehat. Yaitu yang seluruh nilai insaninya berkembang secara seimbang dan stabil serta tidak satu pun dari nilai-nilai yang berkembang itu tidak selaras dengan nilai-nilai yang lain[10]
Adapun untuk mengetahui insan kamil, telah ditelusuri melalui pendapat-pendapat ulama yang bahkan telah termasuk di dalamnya aliran-aliran. Adapu ciri-ciri tersebut adalah berikut:
1.      Berfungsi akalnya secara optimal
Tentu saja sebagai seorang insan kamil, seseorang itu harus berfungsi akalnya secara optimal. Karena dengan befungsinya akal secara optimal, dia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan berfungsinya akal secara optimal, dia akan mengoptimalkan perbuatannya, akhlaknya, dan sesuai dengan esensi yang disampaikan di dalam wahyu[11]
2.      Berfungsi intuisinya
Intuisi dalam pandangan Ibnu Sina disebut jiwa manusia (rasonal soul) menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir menyerupai malaikat dan mendekati kesempurnaan[12]. Maka dalam hal ini berfungsinya intuisi dalam diri menjadi salah satu ciri seorang insan kami.
3.      Mampu menciptakan budaya
Manusia harus dapat mendaya gunakan seluruh potensi yang ada dalam diri sebagai bentuk aplikasi dari potensi-potensi yang ia miliki tersebut.[13] Dengan pengalaman potensi tersebu, maka ia akan dapat membentuk sebuah budaya dengan cara berpikir bagaimana untuk membuat sebuah kehidupan, dan bagaimana untuk memperoleh sebuah makna kehidupan
4.      Menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan
Jika seorang insan kamil telah dijadikan sebagai standar model atau tolak ukur seorang muslim,maka ia harus dapat mencerminkan sebuah teladan yang baik, dengan cara menghiasi diri dengan sifat-sifat ketuhanan. Manusia yang ideal yang disebut insan kamil yaitu manusia dengan sifat-sifat ketuhanan yang ada di dalam dirinya dapat mengendalikan sifat-sifat rendah yang lain[14]
5.      Berakhlak mulia
Manusia yang ideal memiliki otak yang berilian dan mampu menunjukkannya dalam sesuatu yang disebut sebagai akhlak mulia[15]
6.      Berjiwa yang seimbang
Sikap seimbang diperlukan dalam hidup, yaitu sikap seimbang antara kebutuhan, material dengan spiritual ruhaniah[16] berarti ditanamkan jiwa sufistik yang dibarengi dengan syariat islam terutama ibadah, zikir, tafakkur dan seterusnya.

Penjelasan tentang ciri-ciri insan kamil tersebut sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan seorang insan kamil. Tetapi jika diterapkan secara konsisten dalam kehidupan, maka dapat dipastikan akan mewujukan hakikat insan kamil yang dimaksud.
Agama merupakan pegangan manusia dalam hidupnya bagi mereka yang percaya terhadap keyakinan. Setiap agama mempunyai pandangannya sendiri tentang manusia. Begitu pun dengan islam. Manusia, dalam pandangan islam selalu dikaitkan dengan kisah tersendiri. Manusia tidak digambarkan seperti hewan. Di dalam Al- Qur’an manusia dijelaskan sebagai makhluk Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk lainya. Seperti yang dijelaskan beberapa ayat di dalam Al-Qur’an.
Pada dasarnya manusia dalam perspektif al-qur’an itu ada proses penciptaannya dalam keadaan sempurna. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ath-Thin:4


لًقد خلقنا الانسان في احسن تقوىم

Artinya; sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya.
Kata “ahsan” pada ayat tersebut adalah isim tafdhil yang artinya paling sempurna. Paling sempurna disini maksudnya insan kami.

Dalam perspektif islam insan kamil bisa dilihat dari 3 aspek:

1.     Tingkatan spiritual

Ketika kita membicarakan insan kamil, maka kita juga berbicara tentang tingkatan spiritual. Sehingga semua manusia dapat mencapai tingkatan spiritual. Barang siapa yang sudah mempersiapkan dirinya dengan cara tazkiyatun nafs yakni takhalli, tahalli, tajalli. Pada tahapan tertentu manusia akan naik level dari level yang biasa ke level yang luar biasa.
Insan kamil mempunyai tahapan-tahapan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Yaitu dengan cara tazkiyatunnafs, syariat yang diperbaiki, tarekat, hakekat, ma’rifat dan kasyaf (bisa menyingkap yang tidak bisa terlihat oleh yang lainnya).
Manusia mempunyai tingkatan-tingkatan. Pada tingkatan Ahwal ke tingkatan mahqomat. Tingkatan ahwal yakni dimana suatu keadaan keimanan tidak stabil atau pasang surut. Sedangkan maqomat yakni maqom yang sudah mencapai titik puncak. Disinilah manusia disebut insan kamil. Pada tingkat ini manusia sudah meyatu dengan Tuhannya bagaikan air embun yang jatuh di lautan. Dia tidak hilang tetapi melebur dengan air lautan. Apa pun yang dia lihat hanyalah Tuhan. Meskipun seseorang sedang mencacinya dengan seribu kata cacian tetapi yang dia lihat hanya Tuhan sehingga dia hanya bisa memuji Allah yang telah menciptakan manusia seperti itu.

2.     Sosok

Insan kamil adalah sosok. Sosok disini adalah Nabi Muhammnad SAW. Ketika kita membicarakan tentang sosok maka tak ada seorang pun yang dapat menandinginya. Karena Tuhan hanya menciptakan satu sosok saja. Karena dia sosok maka mutlak bahwa insan kamil itu hanyalah Nabi Muhammad.
Mengapa Nabi Muhammad dikatkan insan kamil? Itu karena dalam diri Nabi Muhammad ada citra Tuhan. Seperti ang dijelaskan oleh Ibn ‘Arabi yang berpendapat bahwa hakikat Muhammad yang menjadi inti insan kamil sebagai penyabab pencitraan alam karena pada dasarnya, penciptaan alam ini merupaka kehendak Tuhan agar Ia (Tuhan) dapat dikenal dan dapat melihat citra dirinya.[17]
Maksudnya, agar manusia lainnya bisa melihat citra Tuhan dalam diri Muhammad. Mereka pasti berfikir bahwa Nabi Muhammad saja yang sebagai makhluk ciptaan Tuhan sudah sempurna apalagi penciptanya.



3.     Pandangan para tokoh

1.      Ibn ‘Arabi
Ibn Arabi menganggap bahwa insan kamil adalah wakil yang benar atau sah di muka bumi dan mu’allimul mulk (pengajar alam ghaib) di langit. Insan kamil adalah potret yang paling sempurna yang diciptakan oleh allah yang derajatnya lebih baik dari dari maqam ciptaan (makhluk). Karena kedudukannya, pencarian rahmat dan bantuan al-haq (Allah swt) -yang merupakan penyebab kelestarian alam- sampai kepada alam.[18]
Menurutnya, wujud itu hanya memiliki satu realitas dan realitas tunggal yang benar-benar itu adalah Allah, sedangkan semua alam semesta dan seluruh isinya ini tidak mungkin dikenal, bahkan ia tidak dapat dikatakan tuhan tanpa ada yang bertuhan kepadanya. Baginya tuhan itu hanya dapat dikenal melalui tajalli-Nya pada alam semesta yang bersifat serba terbatas ini. Sedangkan sifatnya yang hakiki tetaplah tidak dapat dikenal oleh siapapun. Hubungan di sini merupakan hubungan antara yang ptensial dan actual, dimana peralihan antara yang pertama dan berikutnya itu terjadi di luar patokan ruang dan waktu, karena tajalli tuhan itu terjadi sebagai suatu proses abadi yang tiada henti-hentiya.
Ibn ‘Arabi menjadikan realitas tunggal itu menjadi dua aspek: pertama, haqq yakni dipandang sebagai esensi dari semua fenomena. Dan yang kedua, khalq yakni dipandang sebagai manifestasi esensi itu sendiri. Kedua aspek ini hanya sekedar tanggapan akal semata, sedangkan hakikat dari segalanya itu hanyalah satu.[19]

2.      Al-Jili

Al-Jili mengidentifikasikan insan kamil ke dalam dua hal:
·        Pertama, insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang sempurna. Dalam pengertian ini, insan kamil terkait dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak.

·        Kedua, insan kamil terkait dengan jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi dirinya. Dalam pengertian ini, nama esensial dan sifat-sifat ilahi tersebut pada dasarnya juga menjadi milik manusia sempurna oleh adanya hak fundamental, yaitu sebagai suatu keniscayaan yang inheren dalam esensi dirinya. Hal itu dinyatakan dalam ungkapan yang sering terdengar, yaitu tuhan berfungsi sebagai cermin bagi manusia dan manusia menjadi cermin bagi tuhan untuk melihat diri-Nya.

DISKUSI
1.      Perbedaan pendapat Ibn ‘Arabi dan Al-Jilli?
Perbedaan pendapat Ibn ‘Arabi dan Al-Jili adalah menurut pendapat Ibn Arabi manusia itu adalah sebagai manifestasi tuhan. Jadi, manusia itu sebagai gambaran (cerminan) tuhan-Nya. Sedangkan menurut Al-Jili, antara manusia dan tuhan itu terdapat sebuah batasan yang jelas. Maksudnya, antara tuhan dan manusia itu tidak bisa disatukan. Manusia dengan ranahnya sendiri sebagai seorang makhluk,  tuhan dengan ranahnya sebagai Khaliq.
2.      Apakah insan kamil hanya ada di islam saja?
Insan kamil hanya ada pada islam saja. Penyebutan dan konsep  insan kamil hanya ada di agama islam saja.
            Kaum Yahudi mengagungkan David dan Solomon. Tapi, anehnya, mereka menggambarkan sosok David dalam Bibel sebagai seorang pezina, yang berselingkuh dengan Batsheba, istri panglima perangnya sendiri. [20]
Sekagum-kagumnya kaum komunis terhadap Karl Marx, mereka tidak menjadikan Karl Marx sebagai teladan dalam seluruh aspek kehidupan.[21]
Tidak ada di agama lain. Esensi insan kamil perspektif islam itu dijelaskan lebih mendalam berkaitan dengan penciptaannya dan konsep lainnya. Sedangkan dalam agama selain islam atau nonmuslim memang terdapat esensi insan kamil namun hanya sebagian dari esensi  saja. Hanya sebatas suri tauladan saja.


3.      Bagaimana cara insan kamil menyeimbangkan jiwanya?
Di alam jiwa manusia terdapat 3 fakultas, yaitu :
a.       fakultas nabati yang berpotensi dalam pertumbuhan fisik manusia.
b.      Fakultas hewani yang berpotensi dalam pengembangan emosi.
c.       Fakultas insani yang berpotensi dalam pengembangan akal.
Jika 3 fakultas ini berfungsi secara maksimal, maka akan membantu keseimbangan jiwa Insan kamil. dan peran yang paling utama dari 3 fakultas ini adalah fakultas insani.
Fakultas insani akan lebih aktif jika Insan kamil melakukan tazkiyatun nafs yang di dalamnya ada 3 hal, yaitu: takhalli, tahalli dan tajalli.
-         Takhalli: pengosongan jiwa terhadap perbuatan-perbuatan yang buruk.
-         Tahalli: pengisian jiwa dengan perbuatan dan sifat-sifat yang terpuji.
-         Tajalli: tajalli merupakan kenampakan atau hasil dari 2 cara tazkiyatun nafs tadi. Memunculkan sosok insan kamil.

 











BAB III

PENUTUP

 

·        Kesimpulan


1.      Insan kamil adalah manusia yang utuh secara vertikal maupun horizontal yaitu mempunyai hubungan yang baik dalam hablumminallah dan hablumminannas.

2.      a. Insan kamil dalam perspektif budaya pasti akan menggunakan akalnya secara maksimal dan mengaplikasikan daya pemikirannya dengan menciptakan hal-hal yang bermanfaat dan mengolah sesuatu menjadi berkembang.

b. Insan kamil dalam perspektif islam bisa dilihat dari tingkatan spiritual yang paling tinggi (maqomat) dan sosoknya. Sosok Insan kamil menurut islam adalah Nabi Muhammad SAW Insan kamil adalah seorang manusia yang dengan  sifat-sifat sempurna yang dimilikinya menjadikan dia sebagai cerminan Tuhannya dan cerminan bagi manusia lainnya.

·        Saran

Atas beberapa penjelasan diatas, kami sebagai penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah kami. Oleh karena itu, kami sebagai penulis menyarankan agar pembaca merujuk kembali pada buku yang membahas tema Insan kamil yang lebih mendalam, seperti buku:
Murtadho Muthahhari, Manusia seutuhnya, Jakarta: Sadra press, 2012.
Ali  Yunasril, Manusia Cinta Ilahi, Jakarta: PARAMADINA, 1997.
Untuk instansi  STFI SADRA, kami menyarankan untuk lebih mengapresiasi karya mahasiswa/inya dengan menjadikan makalah sebagai rujukan praktis. Serta memperbanyak rujukan yang berhubungan dengan tema yang kami angkat.
Semoga karya sederhana yang kami buat dapat berpengaruh positif dalam perkembangan pengetahuan masyarakat, kami (penulis), pemateri dan instansi.



DAFTAR PUSTAKA

Fahrudi, Didik Erfan, Manusia biasa yang ingin masuk surga
M. Setiadi, Elly, M. Si,, Ilmu Budaya & Dasar, Jakarta:KENCANA, et al. 2010.
Mawardi, Udi Mufrodi, Gambaran Komprehensif Tentang Manusia, Banten, 2009.
Muthahhari, Murtadho, MANUSIA DAN AGAMA, BANDUNG: MIZAN, 1998.
Muthahhari, Murtadho, Manusia seutuhnya, Jakarta: Sadra press, 2012.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali pers, 2012
Yunasril, Ali, Manusia Cinta Ilahi, Jakarta: PARAMADINA, 1997.



RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama    : Nurul Hakiki
NIM    : NIM: 14.3.1.111.022
TTL       : Bogor, 28 Agustus 1996
Jurusan : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Riwayat pendidikan:
SD: SDN 2 Koya Barat
SMP:  MTS Integral     Hidayatullah
SMA:  MA Nurul Anwar
S1 : STFI SADRA

 



Nama   : Siti Halimah
NIM    : NIM: 14.3.1.111.030
TTL     : Cirebon, 04 Desember 1996
Jurusan: Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Riwayat Pendidikan  :
SD: SDN 1 Bode Lor
SMP: SMP N 1 WERU
SMA: MAN CIREBON 1
S1: STFI SADRA
 


Nama   : Siti Azmiatin Hasna
NIM    : 14.3.2.111.029
TTL     : Rensing Bat, 07 januari 1997
Jurusan: Filsafat Islam
Riwayat pendidikan      :
SD     : SD N 03 Rensing
SMP  : MTs NW 02 Rensing
SMA: MA Birrul Waidain NW Rensing
S1        : STFI SADRA











[1] Mahmud yunus, 2010, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta, PT Mahmud Yunus Wa Zdurriyyah, hal 51dan 387
[2] KBBI Yupi Digital
[3] Udi Mufrodi Mawardi, Gambaran Komperhensif Tentang Manusia
[4] Abuddin Nata, 2012, Akhlak Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers, hal 257
[5] Murtadha muthahhari, 2012. MANUSIA SEUTUHNYA. Sadra press, Jakarta.
[6] Dr. Elly M. Setiadi, M. Si., et al. 2010. Ilmu Budaya & Dasar. Jakarta:KENCANA. Hal. 27
[7] Abuddin Nata, 2012, Akhlak Tasawuf, Jakarta, Rajawali Pers, hal 265
[8] Ibid hal. 28
[9] Murtadha muthahhari, 1995. MANUSIA SEUTUHNYA, terj Abdullah Hmid Ba’abud, Bangil: YAPI, Hal 12
[10] Ibid, hal 33 
[11] Azyumardi Azra, 1987, Antara Kebebasan dan Keterpaksaan Manusia: Pemikiran Islam tentang Perbuatan Manusia, dalam Dawam Rahardjo (ed.), Insan Kamil Konsepsi Manusia Menurut Islam, Jakarta:Grafiki pers, 1987, Cet.II Hal 42
[12] Iqbal Abdur Rauf Sainima, 1987, Sekitar Filsafat Jiwa Dan Manusia Dari Ibn Sina, dalam Dawam Rahardjo (ed.), Ibid, hal 65
[13] M. Sastra Partedja, Culture and Religion Hal 25
[14] Hadi Mulyo, Manusia dalam Perspektif Humanisme Agama: Pandangan Ali Syariati, dalam Dawam Rahardjo (ed.), hal 175-176
[15] Ibid 176
[16] Qomariddin Hidayat, Upaya Pembebasan Manusia: tinjauan sufistik terhadap manusia moderen menurut Husain Nashr, dalam Dawam Rahardjo (ed.), ibid hal 192
[17] Ibid, hal. 56
[18] DR. Yunasril Ali, Manusia citra ilahi, pengembangan konsep insan kamil ibn ‘arabi oleh al-jili. 1997 cet.1 jakarta: paramadina, halaman: 56-57

[19] Ibid, 50
[20] Didik Erfan Fahrudi, Manusia biasa yang ingin masuk surga
[21] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar