Tragedi Sepuluh Asy-Syuradi di balik Tradisi Jawa
Umat Islam di belahan dunia tak mungkin lupa dengan bulan muharram,
bukan? Pasalnya bulan muharram ialah tahun baru islam yang bertepatan
pada 1 muharram. Sebagian besar umat islam mengetahui amalan yang ada
pada tanggal 30 dzulhijjah di waktu akhirnya, yakni membaca doa akhir
tahun pada waktu ashar dan membaca doa awal tahun di waktu maghrib.
Kebanyakan dari mereka ada yang merayakan tahun baru dengan mengadakan euvoria,
menyalakan kembang api sebagai tanda bahwa tahun baru islam tak kalah maraknya
daripada tahun baru masehi atau dibandingkan hari raya idul fitri. Lalu apakah
yang menjadi awal dari perayaan tahun baru islam? Mungkin sebagian orang
mengatakan sebagai tanda kebahagiaan tahun baru islam dan sebagai hari penyambutan
tahun baru islam.
Adapun amalan yang ada di bulan muharram seperti berpuasa
selama 10 hari, dan diutamakan untuk berpuasa sunnah di sepuluh hari yang awal.
Sedangkan puncaknya di hari yang ke sepuluh. Dimana di hari itu amalan untuk
mengusap kepala anak yatim. Sedangkan di sejumlah daerah di Indonesia membudayakan
tradisi suguhan atau membuat bubur merah putih yang disebut bubur shura.
Sebetulnya apakah maksud atau filosofi dari amalan yang telah sampai pada umat
islam, khususnya masyarakat Indonesia?
Di balik euvoria bulan muharram yang bertepatan dengan tahun
baru islam, ada sebuah tragedi yang kadang tak terssentuh, tak terkenang oleh
sebagian kaum muslim. Siapa sangka di balik tahun baru islam ada setitik luka,
bulan duka bagi umat islam. Yakni tragedi Karbala yang terjadi di masa lalu.
Hiingga terbunuhnya Sang Cucu Nabi Saw, Husein bin Ali bin Abi Thalib ketika
melakukan misi keislaman di Karbala, Irak. Namun ia ditikam sang musuh Yazid
bin Muawiyah. Kepalanya dipenggal hingga dilempar ke tanah. Tragedi itu adalah
sebuah kenangan pilu yang membekas serta tergores dalam sejarah islam.
Paparan singkat terkait tragedi itu merupakan filosofi dari
beberapa tradisi yang ada di kalangan muslim indonesia di Jawa. Yaitu bubur
merah putih yang menandakan darah suci Imam Husein. Warna merah yang menandakan
darah Imam Husein serta warna putih yang menandakan suci darahnya. Sedangkan
amalan memberikan sedekah kepada anak yatim sambil mengusap bagian kepala anak
yatim mengandung pesan bahwa disitulah terkandung bekas luka umat islam yang
kehilangan pemimpin muslim di masa lalu, yakni terbunuhnya Imam Husein dengan
dipenggal kepalanya oleh Yazid bin Muawiyah, sehingga ia meninggalkan beberapa
anak yatim. Disebutkan pula riwayat dari Az-Zahabi dan Ath-Thabari yang
mengatakan bahwa mengusap bagian kepala anak yatim adalah simbol dari kesaksian
para jin yang melihat ketika Imam Husein terbunuh, dari Ummu Salamah berkata“aku
mendengar teriakan dan tangisan jin-jin itu, seraya mereka berkata, “aku
menyaksikan Rasulullah saw mengusap dahi Al-Husein sambil berderai air matanya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar